3 Persatuan Indonesia. 4) Keadilan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan. 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 2. Hasil sidang PPKI. 1. Sidang PPKI yang pertama (18 Agustus 1945) - Mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Pada masa Republik pertama 17 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 yang landasannya ialah UUD 1945, soal pengisian jabatan Presiden diatur dalam pasal 6 ayat 2, yakni “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak”.23 Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat diketahui tiga hal, yakni24 1. Jabatan Presiden diisi dengan cara pemilihan. 2. Sistem yang dipakai ialah sistem pemilihan tidak langsung. Rakyat memilih terlebih dahulu wakil-wakilnya yang akan duduk di dalam suatu badan, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kemudian selnjutnya badan tersebut yang melakukan pemilihan Presiden. majelis tersebut bukan merupakan badan ad hoc melainkan badan tetap yang selain berwenang memilih Presiden dan Wakil Presiden, juga mempunyai wewenang lain, yaitu menetapkan undang-undang dasar, menetapkan garis besar haluan negara dan mengubah undang-undang dasar. 3. Cara mengambil keputusan digunakan asas suara terbanyak, dengan kata lain melalui pemungutan suara. Hal tersebut menunjukan bahwa pembuat UUD 1945 mengantisipasi lebih dari satu orang calon Presiden. selanjutnya yang terpilih ialah 23 Harun Alrasid, “Masalah Pengisian Jabatan Presiden Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993”, Disertasi S3 Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, 1993, h. 45. calon yang mendapatkan suara terbanyak, maksudnya adalah suara terbanyak mutlak. Namun teori di atas dengan praktiknya berbeda. Pada sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI 1945, Soekarno dipilih sebagai Presiden secara Hal tersebut dikarenakan hanya terdapat satu orang calon atau calon tunggal untuk masing-masing jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Maka dengan kata lain, PPKI di dalam rapatnya pada saat itu tidak mengadakan pemilihan melainkan menyetujui dengan suara bulat pengangkatan Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia tanpa melalui pemungutan suara sebagaimana lazimnya yang dilaksanakan pada setiap proses pemilihan/pengambilan keputusan dengan suara Pada masa Republik kedua 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950 yang berdasarkan konstitusi RIS perihal pemilihan Presiden diatur di dalam Pasal 69 ayat 2, yakni “Beliau Presiden, pen. dipilih oleh orang-orang yang dikuasakan oleh pemerintah daerah-daerah bagian yang tersebut dalam Pasal 2. Dalam memilih Presiden, orang-orang yang dikuasakan itu berusaha mencapai kata sepakat.” Berdasarkan ketentuan tersebut, maka terlihat bahwa pada masa ini pemilihan dilaksanakan dengan sistem pemilihan yang tidak dilakukan oleh rakyat, baik secara langsung maupun tidak dilakukan oleh sebuah badan yang terdiri 25 Harun Alrasid, “Masalah Pengisian Jabatan Presiden Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993”, h. 46. 26 Muchyar Yara, Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah Hukum Tata Negara, cet. I, Jakarta Nadhilah Ceria Indonesia, 1995, h. 163. dari orang-orang yang mendapat mandate dari pemerintah daerah-daerah bagian. Badan ini bersifat ad hoc yang berarti tugasnya ialah khusus untuk memilih Presiden. Setelah tugas itu selesai, maka badan itu pun bubar. Selanjutnya sebagai catatan bahwa pada Pemilihan Presiden yang kedua ini yakni pada tanggal 16 Desember 1949, Ir. Soekarno juga terpilih secara aklamasi, dengan kata lain, terulang kembali preseden calon tunggal untuk kedua Pada masa Republik ketiga 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959, yang berlandaskan UUD 1950, Ir. Soekarno tetap memangku jabatan Presiden berdasarkan ketentuan peralihan yang tercantum dalam pasal 141 ayat 3 UUD Soal pengaturan pemilihan Presiden baru didelegasikan oleh pembuat Undang-Undang Dasar kepada pembuat Undang-Undang biasa, sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 45 ayat 3, yakni “Presiden dan Wakil Presiden dipilih menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.” Namun hingga berakhirnya masa republik ketiga, undang-undang yang dimaksud tersebut tidak terbentuk. Demikian pula konstituante hasil pemilihan umum 1955 tidak berhasil membentuk undang-undang dasar baru yang diharapkan dapat mengatur perihal pemilihan Presiden. badan tersebut dibubarkan oleh Presiden Soekarno sebelum tugasnya 27 Harun Alrasid, “Masalah Pengisian Jabatan Presiden Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993”, h. 46. 28Ibid , h. 47. 29Ibid. Pada masa Republik keempat 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999 menurut Pasal 6 ayat 2 UUD 1945, yang berlaku kembali berdasarkan Dekrit Presiden. Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Namun Pasal tersebut belum bisa diterapkan, dikarenakan MPR hasil pemilu belum terbentuk. Hal tersebut merupakan berkat yang tersembunyi blessing in disguise; jikalau pemilu dilaksanakan pada masa Orde Lama, maka kemungkinan besar MPR akan didominasi oleh PKI, karena Masyumi dan PSI telah dibubarkan dan PNI sudah Situasi politik berubah setelah perebutan kekuasaan kudeta yang dilakukan oleh PKI 30 September 1963 mengalami kegagalan. Peristiwa tersebut merupakan the beginning of the end bagi Presiden Soekarno yang tidak mengambil tindakan tegas terhadap Untuk menyelesaikan situasi konflik antara kekuatan Orde Lama dan Orde Baru, Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang para anggotanya telah diganti oleh unsur-unsur Orde Baru, mengadakan sidang umum ke-IV dari tanggal 20 Juni – 5 Juli 1966. Sidang tersebut menghasilkan Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan atau penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan pejabat Presiden. Pasal 3 Ketetapan MPRS yakni “Dalam hal terjadi yang disebut dalam Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945, maka MPRS segera memilih pejabat Presiden yang bertugas sampai dengan terbentuknya MPR hasil pemilihan umum.” Maka dengan demikian ketetapan MPRS No. 111/MPRS/1963 30Ibid , h. 48. 31Ibid. tentang pengangkatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup, dicabut dengan ketetapan MPRS No. XVIII/MPRS/ MPRS yang pembentukannya menyalahi ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 ternyata menjadi boomerang bagi Presiden Soekarno. Dalam sidang istimewa MPRS pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967, lahirlah ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno. Adapun Pasal 4 Ketetapan MPRS yakni “Menetapkan berlakunya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XV/MPRS/1996, dan mengangkat Jendral Soeharto, Pengemban ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai pejabat Presiden berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilihan Umum.” Maka dengan demikian, berakhir era Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama dalam sejarah ketatanegaraan Dalam sidang umum MPRS yang ke-V terakhir yang berlangsung dari tanggal 21 sampai dengan 27 maret 1968. Dengan Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, kedudukan hukum Jendral Soeharto dari Pejabat Presiden menjadi Presiden Seutuhnya. Hal tersebut mengabaikan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 3 Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1996 dan Pasal 4 Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 yang mengatur bahwa masa jabatan Pejabat Presiden ialah sampai terbentuknya MPR hasil Pemilihan 32Ibid , h. 49. 33Ibid. 34Ibid , h. 50. Setelah Majelis Permusyawaratan hasil Pemilihan Umum 3 Juli terbentuk, dalam sidang umum MPR 1973 dikeluarkan Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 yang mengatur tata cara pemilihan Presiden sebagai berikut 1. Tiap-tiap fraksi, melalui pimpinan masing-masing, menyampaikan secara tertulis calon Presiden yang telah disetujui oleh calon bersangkutan kepada pimpinan MPR. Dalam waktu 24 jam sebelum Rapat Paripurna Pemilihan Presiden Pasal 9 dan Pasal 10. Quorum rapat ialah 2/3 dari jumlah anggota MPR Pasal 31. 2. Pimpinan MPR mengumumkan nama calon yang telah memenuhi syarat jabatan jabatan kepada rapat Pasal 11. 3. Jika hanya ada satu orang calon, rapat langsung mengsesahkannya {Pasal 13 ayat 2}. 4. Jika ada lebih dari satu orang calon, dilakukan voting {Pasal 13 ayat 1}. Yang terpilih ialah calon yang mendapatkan suara minimal “setengah tambah satu” Pasal 14. 5. Jika tidak ada calon yang mendapatkan suara terbanyak mutlak, yaitu minimal “setengah tambah satu”, maka diadakan pemungutan suara tahap kedua yang dilakukan terhadap dua orang calon yang mendapat suara relative lebih banyak dari calon-calon lainnya Pasal 15, maka calon ketiga dan seterusnya gugur. Selanjutnya siapa diantara kedua calon yang mendapatkan suara terbanyak maka ialah yang terpilih Pasal 16. Jika kedua calon tersebut mendapatkan suara sama banyak, maka pada tahap ketiga dilakukan pemungutan suara ulang Pasal 17. Namun jika hasilnya tetap sama, maka pada tahap keempat dilakukan pemungutan suara berdasarkan kehadiran wakil-wakil fraksi yang membawa jumlah suara dari fraksi masing-masing secara tertulis Pasal 18. Selanjutnya, jikalau masih gagal juga, artinya tiap calon tetap mendapatkan suara sama banyak, maka fraksi-fraksi mengusulkan calon lain Pasal 19.35 Namun dalam praktiknya belum pernah ada pemungutan suara. Pemilihan Presiden yang pertama kali sejak terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil pemilihan umum atau yang ketiga kali dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dilangsungkan pada 23 Maret 1973. Karena terdapat calon tunggal, yaitu Jendral Soeharto, maka rapat langsung mengesahkannya sebagai Presiden, sesuai ketentuan Pasal 13 ayat 2.36 Pada pemilihan-pemilihan Presiden berikutnya 1978, 1983, 1988, dan 1993 juga hanya terdapat calon tunggal, yaitu Jendral Soeharto. Selanjutnya, karena pada pemilihan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Agustus 1945 dan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat pada tanggal 16 Desember 1949 juga terdapat calon tunggal, yaitu Ir. Soekarno, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia telah timbul “tradisi calon tunggal” dalam hal pemilihan Menurut Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, pada masa ini masa Republik keempat meskipun pemilihan Presiden dilaksanakan secara tidak langsung, namun pengisian jabatan Presiden masuk dalam sistem stelsel pemilihan election bukan 35Ibid, h. 50 – 51. 36Ibid , h. 52. 37Ibid. pengangkatan appointment. Karena itu, merupakan suatu anomali38, apabila terdapat ketetapan MPR mengenai pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden. MPR tidak mengangkat, melainkan memilih Presiden dan Wakil Presiden.39 Apabila Presiden tetap dipilih MPR, tidak boleh ada ketetapan tentang pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden, karena bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945 yang menegaskan Presiden dan Wakil Presiden dipilih bukan diangkat. Untuk menetapkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, disusun suatu berita acara pemilihan yang berisi penyelenggaraan pemilihan dan penetapan Presiden dan Wakil Presiden Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan menjelaskan pula bahwa terdapat 3 hal yang menunjukkan pemilihan Presiden oleh MPR kurang demokratis, yakni 1. MPR dikuasai oleh suatu kelompok kekuatan politik Golkar yang selalu didukung ABRI, yang sangat dominan sistem partai dominan. Tidak ada kekuatan politik lain yang berimbang untuk memungkinkan mekanisme demokrasi berjalan sebagaimana mestinya. 2. Praktik calon tunggal yang “dipaksakan”, sehingga secara riil tidak ada pemilihan Presiden. MPR sekedar mengukuhkan calon tunggal yang tidak mungkin ditolak. 38 Anomali adalah penyimpangan dari normal; kelainan; atau ketidaknormalan. Lihat Ivenie Dewintari S dan Alvina Tria Febianda, Kamus Istilah Penting Modern, cet. I, Jakarta Aprindo, 2003, h. 29. 39 Jimly Asshiddiqie dan Bagir Manan, Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung, h. 39-40. 40Ibid, 3. Mekanisme kerja MPR diatur dalam Tata Tertib tidak memungkinkan peranan individual anggota. Segala kegiatan dilakukan oleh atau atas nama
PengesahanUUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). TAP No.XV/MPRS/1966 tentang pemilihan atau penunjukan Wakil Presiden dan mengangkat

Terbentunya NKRI atau negara kesatuan republik indonesia tentu tidak terlepas dari perlawanan-perlawanan yang dilakukan para pejuang-pejuang kita, sehingga kita bisa memproklamasikan diri sebagai negara merdeka. Tapi kali ini saya tidak akan membahas tentang bagaimana perjuangan yang telah dilakukan oleh para pejuang kita tetapi sayang akan membahas tentang proses terbentuknya NKRI khususnya tentang pengesahan UUD 1945 dan pemilihan presiden pasca dibacakannya teks proklamasi oleh Soekarno Hatta. Tetapi sebelumnya saya akan membahas terlebih dahulu bagaimana proses perumusan UUD 1945 PERUMUSAN UUD 1945 Perumusan UUD 1945 dimulai pada sidang BPUPKI yang kedua yaitu pada tanggal 10-11 juni 1945, yang pada sidang sebelumnya adalah membahas tentang dasar negara indonesia. Sebelum BPUKPKI dibubarkan dibentuk pula panitia kecil yang berjumlah sembilan orang yang bertugas untuk membahas bagaimana negara indonesia ini akan dibentuk. Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Sedangkan sidang pada tanggal 15 Juli 1945 melanjutkan acara “Pembahasan Rancangan Undang- Undang Dasar”. Setelah Ketua Perancang Undang-Undang Dasar, Soekarno memberikan penjelasan naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah Undang-Undang Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945. Kemudian setelah BPUPKI dibubarkan dibentuklah badan baru yaitu PPKI yang bertugas untuk melanjutkan tugas BPUPKI sebagai badan yang betugas untuk mempersiapkan kemerdekaan indonesia. Pantia ini selanjutnya menghasilkan piagam jakarta yang digunakan sebagi pembukaan UUD 1945 PENGESAHAN UUD 1945 DAN PEMILIHAN PRESIDEN Pasca pembacaan proklamasi indonesia belum memiliki UUD, preseiden, serta perangkat lembaga yang lain. Padahal syarat sebuah negara itu harus ada Wilayah Rakyat Pemerintah yang berdaulat dan Mendapat pengakuan dari negara lain Maka PPKI selaku organisasi yang bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan indonesia melakukan sidang pada 18 agustus 1945. Pada sidang tersebut PPKI menghasilkan tiga keputusan yaitu Mengesahkan dan menetapkan UUD RI atau biasa disebut UUD 1945 Dalam UUD ini memuat ketentuan-ketentuan kenegaraan yang berisi pembukaan atau mukadimah, batang tubuh yang berisi 36 bab dengan 37 pasal, 4 pasal aturan, dan 2 pasal peralihan serta penjelasan UUD yang berisi penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal. Memilih dan menetapkan presiden dan wakil presiden indonesia Pemilihan presiden dan wakli presiden pertama kali dilakukan oleh PPKI. Hal ini sejalan dengan ketentuan pada Pasal 3 Aturan Peralihan UUD 1945. Dalam siding pertama PPKI, Otto Iskandardinata mengusulkan pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi. Usul ini disetujui anggota PPKI sehingga PPKI kemudian memilih dan menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden RI. Ketokohan kedua orang ini dinilai tidak ada bandingannya saat itu sehingga pemilihan dan penetapan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi. Sebelum terbentuknya MPR, pekerjaab presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah Komite Nasional. Jadi kesimpulannya dalam pegesahan UUD 1945 serta pemilihan presiden dan wakil presiden pasca proklamasi dilakukan pada tanggal 18 agustus 1945 yang diputuskan oleh PPKI. Dan untuk pemilihan presiden serta wakilnya dilakukan secar aklamasi sesuai dengan pasal 3 Aturan Peralihan UUD 1945

1 Pengesahan UUD 1945 . 2) Penetapan 8 provinsi Indonesia . 3) Penetapan presiden dan wakil presiden . 4) Pembentukan Kementerian Hasil sidang PPKI 1 ditunjukkan pada angka A. 1 dan 2 . B. 1 dan 3 . C. 2 dan 3 . D. 2 dan 4 . E. 3 dan 4 . Jawaban : B. Pembahasan. Hasil sidang PPKI 1 adalah pengesahan UUD 1945 dan penetapan presiden
BerandaSejarah Indonesia 11Sejarah Pengesahan UUD 1945 dan Pemilihan Presiden, Wakil Presiden Indonesia A. Pengesahan UUD 1945. Setelah Indonesia diproklamasikan, secara resmi terbentuklah suatu negara baru yang bernama Indonesia. Sudah barang tentu kelengkapankelengkapan sebagai negara merdeka harus segera dipenuhi. Salah satu hal terpenting yang harus dipenuhi adalah Undang-Undang Dasar UUD. Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melakukan sidang untuk membahas, mengambil keputusan kemudian mengesahkan UUD. Rapat yang pertama ini diadakan di Pejambon sekarang dikenal sebagai Gedung Pancasila. Rencana pukul sidang pleno dibuka di bawah pimpinan Sukarno. Kemudian dilaksanakan acara pemandangan umum, yang dilanjutkan dengan pembahasan bab demi bab dan pasal demi pasal. Namun sebelum secara resmi rapat itu dilaksanakan berkembang isu yang sangat krusial yang terkait dengan bunyi sila pertama dalam Pancasila yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Pembukaan UUD “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Rakyat Indonesia Timur yang umumnya beragama Kristen Protestan dan Katholik merasa keberatan dengan rumusan itu. Informasi penting ini disampaikan oleh seorang opsir Angkatan Laut Jepang setelah mendapat persetujuan Nisyijima, pembantu Laksamana Maeda. Dengan diantar Nisyijima opsir Jepang itu bertemu tanggal 17 Agustus 1945 sore hari. Tentu informasi ini menjadi perhatian serius bagi Hatta. Semalaman Hatta terbayang bagaimana Republik Indonesia tanpa Indonesia bagian Timur, bagaimana perjuangan yang sudah bertahun-tahun dilakukan bersama baik dari kelompok Islam, Kristen, Katholik dan agama yang lain. Bung Hatta dalam hatinya menegaskan Indonesia harus tetap bersatu. Bagaimana harus memecahkan persoalan tersebut dan bagaimana sidang PPKI itu berlangsung, mari kita simak uraian berikut. Tanggal 18 Agustus 1945, pagi-pagi sebelum sidang PPKI di mulai, Bung Hatta menemui tokoh-tokoh Islam yang cukup berpengaruh seperti Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, Teuku Hasan. Dikumpulkanlah mereka dan diajak rapat pendahuluan. Bung Hatta menyampaikan informasi yang telah diberikan seorang opsir Jepang. Terjadilah diskusi serius dan dengan konsep “filsafat garam” terasa tetapi tidak harus tampak, Bung Hatta dengan kedudukannya yang cukup berpengaruh berhasil meyakinkan para tokoh Islam itu. Mereka sepakat dari pada harus terjadi perpecahan maka rela menghilangkan kata-kata “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang menyertai Ketuhanan dalam Pembukaan UUD, sehingga tinggal “Ketuhanan”. Ada pemikiran untuk menambahkan kata-kata di belakang Ketuhanan dengan “berdasarkan kemanusiaan” sehingga menjadi “Ketuhanan berdasarkan kemanusiaan”. Ki Bagus Hadikusumo kemudian mengusulkan dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Semua sepakat, dan waktu sidang PPKI pun segera dimulai. Di dalam acara pertama yakni pemandangan umum, Bung Hatta juga menyampaikan hasil lobi atau pertemuannya dengan beberapa tokoh Islam yang hasilnya mengganti kata-kata yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, dalam draf Pembukaan UUD diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Rumusan itu telah dikonsultasikan dan didiskusikan antara Hatta dengan para pemuka Islam. Hatta menegaskan bahwa kesepakatan itu diambil karena suatu pernyataan pokok mengenai seluruh bangsa tidaklah tepat hanya menyangkut identitas sebagian dari rakyat Indonesia sekalipun merupakan bagian yang mayoritas. Kesepakatan pergantian rumusan ini dapat melegakan semua pihak, sekalipun sebagian dari pihak Islam ada yang merasa kecewa, tetapi tidak ada masalah. Rapat pemandangan umum dapat berlangsung dengan lancar. Setelah diadakan revisi isi draf Pembukaan UUD yang tertera di dalam Piagam Jakarta itu, lahirlah rumusan Teks Pancasila yang kemudian disahkan pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tersebut. Sidang dilanjutkan dengan membahas bab perbab, pasal demi pasal. Pembahasan ini juga cukup produktif dan berjalan lancar. Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul wib. Sidang dihentikan istirahat sampai pukul wib untuk memberi kesempatan salat bagi umat Islam dan memberi kesempatan makan siang bagi yang tidak berpuasa. B. Pemilihan Presiden, Wakil Presiden. Pukul sidang dimulai kembali. Agenda utamanya pemilihan presiden dan wakil presiden. Sebagai dasar hukum pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut, harus disahkan dulu yakni pasal 3 dari Aturan Peralihan. Ini menandai untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Kertas suara dibagikan, tetapi atas usul Otto Iskandardinata, maka secara aklamasi terpilih Ir. Sukarno sebagai Presiden RI dan Drs. sebagai Wakil Presiden Rl. Sesudah itu, pasal-pasal yang tersisa yang berkaitan dengan Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan disetujui. Setelah menjadi presiden, Sukarno kemudian menunjuk sembilan orang anggota PPKI sebagai Panitia Kecil dipimpin oleh Otto ini bertugas merumuskan pembagian wilayah negara Indonesia. Eksistensinegara hukum Indonesia; 3) jabatan presiden dan wakil presiden termasuk mekanisme pemilihan; 4) pembentukan lembaga baru dalam sitem ketatanegaraan RI; 5) pengaturan tambahan bagi lembaga DPK; 6) pemilu. Melihat materi perubahan ketiga terhadap UUD 1945, jelaslah bahwa perubahan ketiga ini menyangkut substansi yang lebih PengesahanUUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Berlaku demokrasi liberal dan telah berhasil melaksanakan pemilu dan membentuk badan konstituante. Karena kabinet yang dgunakan adalah parlementer maka presiden dan wakil presiden adalah presiden konstitusional yang Sejaksebelum kemerdekaan, sebagian besar para pemimpin bangsa Indonesia mengidealkan sistem pemerintahan berpresiden.Hal itu tercermin dalam perumusan UUD 1945 yang menentukan bahawa kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar dipegang oleh seorang Presiden dengan dibantu oleh satu orang Wakil Presiden selama lima tahun dan TWnD.
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/446
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/358
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/350
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/130
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/388
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/567
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/23
  • gbb1bvj9kn.pages.dev/38
  • pengesahan uud 1945 dan pemilihan presiden dan wakil presiden